Thursday 12 January 2017

[Book Review] Critical Eleven - Ika Natassa

Sumber : Google
Judul Buku : Critical Eleven
Pengarang : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : 10 Agustus 2015
Paperback, 344 halaman
ISBN : 978-602-031-892-9


Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It’s when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way, it’s kinda same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.

Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.

Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.

Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya. 
 

 

Review


Saya pertama kali membaca Critical Eleven dalam bentuk cerpen berjudul sama di kumpulan cerpen Autumn Once More yang terbit tahun 2013 silam. Perkenalan saya dengan kisah Ale dan Anya, meskipun hanya dalam sepotong cerpen sangat berkesan karena twist di ending-nya, sehingga ketika Kak Ika mengumumkan bahwa akan ada novel untuk kelanjutan cerita mereka, saya sangat tidak sabar untuk membacanya, walaupun akhirnya novel Critical Eleven baru terbit sekitar dua tahun kemudian. 

Sumber : dokumen pribadi

Pertemuan Ale dan Anya dalam penerbangan Jakarta-Sydney mengantarkan mereka pada ketertarikan satu sama lain dan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Dalam beberapa jam perjalanan tersebut, mereka membicarakan banyak hal dan merasa nyaman dengan satu sama lain. Ale yang biasanya awkward dan sedikit clueless ketika berhadapan dengan perempuan, memberanikan diri untuk berusaha lebih dekat mengenal Anya yang baru dia temui beberapa jam sebelumnya.
 

Ale bekerja sebagai petroleum engineer dan hanya lima minggu sekali pulang ke Indonesia, karena itulah, dia harus memanfaatkan kesempatannya sebaik mungkin jika ingin mendekati Anya. Tidak butuh waktu lama sampai mereka yakin terhadap satu sama lain dan memutuskan untuk menikah.

Tahun-tahun pernikahan mereka jalani selayaknya pasangan paling bahagia, Ale sangat mencintai Anya, begitu pun sebaliknya. Meski tinggal berjauhan, mereka tetap saling mengerti dan menjaga komunikasi. Namun suatu ketika peristiwa besar melanda rumah tangga mereka. Membuat hubungan mereka menjadi dingin. Membuat mereka mempertanyakan kembali pilihan-pilihan yang telah diambil, yang dimulai dari menit-menit pertama perjalanan mereka. 

“...when he takes care of me, he takes care of me good. But when he hurts me, he hurts me good too.” (hal. 220)


Kamu tahu kamu membaca buku dengan tokoh yang manusiawi ketika kamu menyukai bagaimana penulis membawakan karakter mereka, tapi juga kesal dengan beberapa pemikiran mereka di saat yang bersamaan. Dan itulah yang saya rasakan ketika membaca novel ini. Jika ada yang bilang tokoh-tokoh di novel ini sempurna, saya sama sekali tidak setuju. They are flawed. Mereka adalah manusia biasa dengan egonya, yang berisiko membuat mereka kehilangan hal-hal yang berharga, tapi alasan itu juga dapat dipahami, karena hati manusia punya cara berduka masing-masing.
 

Melalui dua sudut pandang, Critical Eleven membuat pembaca tahu isi kepala Ale dan Anya. Kedua karakter ini sama kuat dan sangat berbeda. Keberhasilan penulis dalam membuat dua sudut pandang ini harus diacungi jempol. Sudut pandang Anya terasa lebih rapuh dan didominasi oleh perasaannya, sedangkan dari sudut pandang Ale, walaupun narasinya juga diceritakan dengan penuh perasaan, beberapa hal terasa lebih sederhana. Di satu sisi, saya berada di pihak Anya, tetapi juga terdapat saat-saat ketika saya jatuh cinta dengan sosok Aldebaran Risjad.
 

“Karena begitulah dari dulu gue mencintai Anya. Tanpa rencana, tanpa jeda, dan tanpa terbata-bata.” (hal. 142)


Novel ini disusun melalui kepingan-kepingan ingatan Ale dan Anya akan satu sama lain dan juga kehidupan mereka saat ini. Masih dengan ciri khas Kak Ika, gaya berceritanya mengalir dan enak diikuti, serta terdapat selipan referensi beberapa buku dan film dalam narasi—terutama narasi Anya, pun informasi mengenai pekerjaan Ale dan Anya yang disampaikan dengan sederhana, sehingga kita dapat membayangkannya dengan mudah. Ah, dan kopi. Banyak informasi mengenai kopi dan beberapa analogi yang berkaitan dengan kopi. Selain itu, tokoh Anya dan Ale juga diperkuat dengan adanya orang-orang di sekitar mereka—keluarga dan sahabat—yang membuat novel ini lebih hidup. Karakter favorit saya adalah Pak Jenderal, ayah Ale. Beliau adalah seseorang yang tegas dan keras tetapi bijaksana dan diam-diam sangat memperhatikan keluarganya. Ada juga easter eggs dari novel Kak Ika yang sudah terbit sebelumnya ;)

Banyak hal yang dapat diambil dari Critical Eleven, salah satunya adalah bahwa untuk menyembuhkan luka, yang paling dibutuhkan adalah waktu. Tetapi dalam proses tersebut, komunikasi juga tidak kalah pentingnya, dalam hubungan apa pun itu. 

 

Adaptasi Film


Kesuksesan novel Critical Eleven tentu saja mengundang perhatian banyak pihak, salah satunya adalah rumah produksi. Tidak heran jika novel yang telah belasan kali dicetak ulang ini akan segera diadaptasi ke layar lebar. Film ini akan digarap oleh Starvision dan Legacy Pictures, dengan Jenny Jusuf sebagai penulis skenarionya. 
 
Jujur, saya punya ekspektasi yang tinggi untuk adaptasi film Critical Eleven. Bukan hanya karena saya suka ceritanya, tetapi juga karena keterlibatan penulis dalam proses produksi film ini. Hal yang sangat menjanjikan bagi penggemar bukunya. Memang, awalnya saya punya bayangan sendiri akan sosok Ale dan Anya, tetapi setelah kedua pemeran utama diumumkan, saya justru senang karena mereka adalah aktor dan aktris yang sudah berpengalaman dalam dunia film, bahkan bisa dibilang salah satu yang terbaik di negeri ini. Dan yang terpenting, mereka cocok memerankan tokoh utama dalam Critical Eleven. Aldebaran Risjad akan diperankan oleh Reza Rahadian dan Tanya Laetitia Baskoro akan diperankan oleh Adinia Wirasti. Chemistry mereka sudah tidak diragukan lagi, karena mereka juga pernah berpasangan dalam film Kapan, Kawin? beberapa tahun yang lalu. 

Gimana, mereka cocok banget, kan?
Sumber : instagram.com/ikanatassa
Sumber : instagram.com/ikanatassa

Selain Ale dan Anya, pemeran lain belum diumumkan dan saya tidak sabar untuk segera tahu full cast-nya. Informasi lain mengenai film ini adalah Isyana Sarasvati akan ikut serta dalam mengisi soundtrack-nya. Selain lagu yang mengiringi adegan-adegan Ale dan Anya, saya juga penasaran dengan music score di film Critical Eleven, karena scoring, bagi saya adalah salah satu elemen yang bisa memperkuat adegan-adegan di film. Overall, saya sangat menanti kejutan-kejutan yang akan ada dalam film ini, karena tidak mungkin adaptasinya akan sama persis dengan novelnya.

Saat ini Critical Eleven masih dalam tahap proses syuting, dan dijadwalkan akan tayang tahun ini. Kita tunggu saja tanggal mainnya! :D

No comments:

Post a Comment