Tuesday 27 December 2016

[Pengumuman Giveaway] Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang

Source : ICCPublisher's twitter
Halo semuanya! 

Kali ini saya akan mengumumkan pemenang giveaway Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang periode kedua dengan saya dan Dina sebagai host. Sebelumnya, saya sangat berterima kasih kepada Kak Gina Gabrielle dan Inner Child Crowdfund Publisher yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk menjadi host blog tour kali ini.

Sampai tanggal 23 Desember 2016 pukul 23.59 lalu, total ada 18 jawaban yang saya terima, semuanya bagus-bagus dan kreatif *pasang emote love*. Tapi, karena hanya bisa memilih satu orang, saya dan Dina memutuskan untuk memilih 3 jawaban dari blog kami, yang kemudian dipilih secara acak sebagai pemenang.

Dan ternyata, setelah diundi, pemenang giveaway kali ini adalah......


 Aulia
(@nunaalia)

Selamat ya, kamu berhak mendapatkan 1 (satu) eksemplar buku Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang. Segera konfirmasi dan kirimkan data dirimu ke DM (boleh DM twitter @irmagsari atau @d_nurr) atau email ke irma188(at)yahoo(dot)com dengan subject Pemenang Blogtour GPM. Konfirmasi dari kamu akan kami tunggu paling lambat 2x24 jam

Untuk peserta yang belum beruntung, kalian masih bisa mengikuti giveaway di blog selanjutnya. Good luck! :)

Friday 23 December 2016

[Blogtour + Giveaway] P.S. I Like You - Kasie West

Source : Goodreads
Judul buku : P.S. I Like You
Pengarang : Kasie West 

Penerjemah : Airien Kusumawardhani
Penerbit : Penerbit Spring
Tahun terbit : 2016
Paperback, 366 halaman
ISBN : 978-602-743-226-0

Saat sedang melamun di kelas Kimia, Lily menuliskan sebaris lirik lagu favoritnya di meja. Hari berikutnya, dia menemukan seseorang telah melanjutkan lirik itu dan bahkan menulis pesan untuknya!

Tak lama, Lily dan sahabat pena misteriusnya itu mulai berbagi surat dan rahasia, saling memperkenalkan band favorit mereka, dan mulai terbuka satu sama lain. Bahkan, Lily merasa mulai menyukai orang yang menulis surat-surat itu. Hanya saja, siapa dia?

Lily mencoba mencari tahu siapa teman misteriusnya, tapi siapkah dia mengetahui kebenarannya?

***

"Musik dan kimia. Mendekatkan semua orang." (Hal. 118)

Setelah ditegur oleh guru kimianya, Mr. Ortega ketika ketahuan sedang mencari inspirasi untuk menulis lirik lagu di kelas, Lily Abbott harus bersedia untuk menjauhkan buku catatannya selama pelajaran kimia, atau Mr. Ortega akan menyita buku yang menjadi sumber inspirasinya itu. Namun karena kebosanan setengah mati, Lily mulai menuliskan lirik lagu dari band kesukaannya--sebuah band indie rock yang tidak banyak dikenal orang.

Betapa terkejutnya Lily ketika mendapati lirik tersebut dilanjutkan oleh orang lain keesokan harinya. Awalnya mereka hanya saling berbalas lirik lagu dan saling bertukar referensi band kesukaan sama lain, namun setelah ruangan di meja itu habis, mereka mulai bertukar surat dalam secarik kertas dan menceritakan kehidupan mereka, bahkan hal-hal pribadi dan rahasia yang tidak diketahui oleh teman-teman dekat mereka.

“Mungkin sahabat penaku bisa membuat kami saling seimbang. Mungkin kami sempurna untuk satu sama lain. “ (Hal. 150)

Lily mulai merasa tertarik dengan sahabat penanya. Bukan, bukan hanya itu. Ia merasa jatuh cinta pada seseorang yang tidak ia ketahui wujudnya tersebut dan menebak-nebak siapakah si penulis surat yang begitu mengerti dirinya; apakah itu David, teman satu sekolah yang baru-baru ini dijodohkan Isabel--sahabatnya--dengannya, yang begitu awkward dan sedikit pemalu, Lucas, kakak kelas yang sudah dua tahun ini selalu ia perhatikan, atau.. seseorang yang justru sama sekali tidak Lily sangka--dan tidak ia harapkan?

***

The idea is cute, quirky, fun, and nostalgic.

Itulah kesan pertama yang saya dapatkan ketika membaca P.S. I Like You. Saya selalu senang ketika sebuah cerita fiksi melibatkan hal-hal yang klasik, salah satunya menulis surat (I always have a thing for handwritten letters) dan sahabat pena, mengingat ini adalah era serba digital. Jadi, saya sudah punya poin plus untuk buku ini sejak pertama kali membaca blurb-nya.

“Rasa percaya diri. Aku payah soal itu. Aku terlalu malu-malu. Terutama tentang hal-hal yang sangat berarti bagiku. Aku merasa bahwa kalau aku menyimpan sesuatu rapat-rapat, tidak pernah memperlihatkannya, maka aku tidak pernah memberi orang lain kesempatan untuk menghakimiku.” (Hal. 141)

Pertama-tama, mari bicara soal karakternya. Narator di dalam buku ini, Lily Abbott, sangatlah menyenangkan. Saya betah berada di dalam kepalanya. Dia seperti kebanyakan anak SMA, tapi juga tidak seperti kebanyakan dari mereka. Nah, gimana tuh maksudnya? Hehe. Menurut saya, Lily ini nyaman menjadi dirinya sendiri, sedikit cuek dan secretive, tapi apa adanya meskipun agak kurang percaya diri. Dan seperti kebanyakan remaja, kadang merasa terusik dengan kebisingan di keluarganya yang kelewat hangat. Dia juga tidak takut untuk tidak menjadi populer serta merasa cukup dengan memiliki seorang sahabat, Isabel. But, hey, teenagers are teenagers when it comes to love~ #ciee. Ketika mengetahui kebenaran tentang sahabat penanya, Lily yang tadinya lempeng dan cool berubah jadi sedikit overreacting. Salting-salting lucu gitu, deh :)) 

Keluarga Lily pun punya porsi yang pas di novel ini, senang banget baca YA yang keluarganya hangat (walaupun keluarga tokoh utama yang satu lagi berlawanan, sih). Saya gemes banget sama Jonah dan Wyatt! Juga Ashley, yang tadinya saya pikir tipe-tipe kakak perempuan yang sikapnya distant dengan adiknya, ternyata tidak seperti itu. Ada satu adegan yang maniss banget di keluarga Abbott, yang bikin saya pengen punya banyak saudara.

Teman-teman Lily juga masing-masing meninggalkan bekas di ingatan meski ada yang porsinya hanya sedikit, seperti Gabriel dan David. Isabel juga punya karakter yang kuat walaupun di awal-awal bikin saya sedikit curiga hahaha. 

Lalu tokoh yang satu itu! Walaupun agak-agak tipikal--sedikit superficial tapi setelah kita tahu lebih banyak tentang dia dari percakapannya dengan Lily ternyata jauh lebih "dalam"--namun dia adalah tokoh utama yang sangat menarik. Hihi. I'm not naming any names and will just let you be surprised instead! ;)

Plotnya sebenarnya sederhana, dengan konflik khas anak SMA yang permasalahannya dibumbui dengan adanya seorang mean girl yang cemburu dan menyebalkan, kesalahpahaman antar sahabat dan juga yang disebabkan karena menilai orang dari luarnya, tapi cara Kasie West menyampaikan cerita membuat saya susah meletakkan buku ini sejak halaman pertama.

Bagi saya, hal yang kurang dari P.S. I Like You hanya referensi musiknya. Semua band dan lirik yang ada di sini adalah fiksi (saya bahkan cari-cari di google loh). Padahal pasti akan lebih seru kalau lagu-lagunya berasal dari band betulan, bisa baca buku sambil dengar playlist, kan. Atau setidaknya bisa disebutkan satu saja band asli yang punya aliran hampir sama dengan band-band kesukaan Lily. Tapi tenang, kisah Lily dan sahabat pena misteriusnya ini adalah page turner, salah satu yang sayang untuk dilewatkan, dan cocok untuk teman liburan!

Oh ya, novel ini diterjemahkan oleh Penerbit Spring dan Bahasa Indonesianya nyaman untuk dibaca, sama sekali tidak kaku. Saya bahkan lebih suka cover versi terjemahan P.S. I Like You dibanding cover aslinya. Manis dengan warna pastel dan ilustrasi yang cocok dengan ceritanya. Akhir kata, 4 dari 5 bintang saya berikan untuk novel ini.

[GIVEAWAY]


Selama seminggu ini, Penerbit Spring mengadakan blog tour untuk P.S. I Like You dengan jadwal seperti gambar di atas. Akan ada 1 (satu) eksemplar buku yang akan dibagikan pada akhir rangkaian blog tour dengan mengikuti langkat-langkah berikut ini. Dan jangan lupa juga untuk mejawab pertanyaan giveaway di fan page Penerbit Spring.

Syaratnya :
1. Follow twitter @penerbitspring dan @irmagsari
2. Like fan page Penerbit Spring
3. Follow blog ini (sidebar sebelah kanan) 
4. Share giveaway ini dengan hashtag #PSILikeYou, jangan lupa untuk mention @irmagsari dan @penerbitspring
5. Tulis nama, username twitter, dan link share kamu di kolom komentar beserta alasan ingin membaca P.S. I Like You
6. Jawab pertanyaan berikut ini di fan page Penerbit Spring
Karena buku ini banyak berkaitan dengan musik, kira-kira lagu apa yang menggambarkan tahun 2016-mu?
(Tidak harus lagu yang rilis tahun ini, sebutkan aja lagu yang sekiranya relatable untuk kamu)
Giveaway akan berlangsung di fanpage Penerbit Spring di akhir periode blog tour dengan pertanyaan dari masing-masing blog, jangan lupa ikuti semuanya agar kesempatanmu untuk menang juga lebih besar. Semoga beruntung! :)

Saturday 17 December 2016

[Blog Tour + Review] Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang – Gina Gabrielle

Source : Goodreads
Judul buku : Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang
Pengarang : Gina Gabrielle
Penerbit : Inner Child Crowdfund Publisher
Tahun terbit : 2016
Paperback, 228 halaman
ISBN : 978-602-74865-0-8


Sebuah dongeng bagi kamu, yang sudah cukup dewasa untuk kembali bermimpi. 

***

"Konon katanya, pada suatu tidur, kau bisa sampai ke suatu tempat yang disebut Ujung Pelangi. Di sana ada seorang gadis dengan wajah tertutup cadar yang akan menenunkan Mimpi untukmu...”


Seorang pria dengan Hati luka melihat kertas terbang dalam Mimpinya. Ia mengikuti arah kertas tersebut terbang, dan sampai ke Lembah Es. Ia menyangka Hatinya akan sembuh, namun ternyata Lembah Es hanyalah tempat untuk mendinginkan Hati.

Di lain tempat, tanpa ia ketahui, langit memar. Dunia terancam hancur, dan pria itulah yang dipilih untuk menyelamatkannya.

Tapi, karena tidak sanggup lagi menanggung sakit, ia memutuskan untuk selama-lamanya membekukan Hati di Lembah Es.

Lalu langit pun retak, dan hendak runtuh. 

***

Diiringi dengan sajak-sajak yang menghangatkan Hati, kisah ini akan membawamu dalam perjalanan untuk menjadi sembuh—dan mengubah dunia, entah bagaimana caranya.

***
“Ada kerajaan yang tak terukur zaman, 
sebuah tempat yang tak terukur jarak.
Sumber terang fajar yang merekah perlahan,
asal muasal segala awan yang berarak."
Ini kisah tentang seorang pemuda yang mulanya hidup dengan bebas dan tidak pernah menyembunyikan Hatinya; karena begitulah hal yang ia percayai, bahwa keinginan Hati adalah untuk bebas merasa. Hingga suatu ketika ia menyadari bahwa Hatinya tak lagi sama, seiring berjalannya waktu dan banyaknya Hati bersinggungan dan bertabrakan dengan orang lain, Hati itu tergores dan terasa perih. Saat itulah datang seseorang yang berjanji dapat menyembuhkan Hatinya.

Pemuda itu menaruh harapan yang besar padanya. Berharap Hatinya akan kembali seperti sedia kala. Namun gadis itu justru menikam dan membuang Hati si pemuda, meninggalkannya dengan luka yang menganga. Pemuda itu merasa kosong, dan memutuskan untuk membekukan Hatinya, berharap tak bisa merasa selama-lamanya. 

Ini kisah tentang Gadis di Ujung Pelangi, yang memintal benang untuk menenun mimpi. Yang menghancurkan Hatinya demi membuat mimpi orang-orang lain menjadi utuh. Ketika Langit retak dan terancam runtuh, benang yang digunakan Gadis Penenun Mimpi mulai habis dan Hati sang gadis yang telah dihancurkan berkali-kali memakan waktu lebih lama untuk pulih, dapatkan Dunia Mimpi diselamatkan? 

***

Dengan banyaknya retelling dongeng yang saat ini bermunculan di dunia literasi, Gina Gabrielle menyajikan kisah dongeng yang murni rekaannya. Langkah yang berani, dengan ide cerita yang juga out of the box. Hal-hal yang ada di dalam Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang terasa surreal, membangkitkan imajinasi yang, mungkin, bagi kita yang telah dewasa sudah lama tidak terasah.  

“...kita hidup di negeri yang penuh dengan kemustahilan.”

Aspek-aspek di dalamnya, mulai dari tokoh-tokoh, latar, dan kejadian-kejadian yang ada dalam cerita ini terasa kental dengan nuansa dongeng. Tidak heran di halaman awal novel ini kita dianjurkan untuk membaca di malam hari, ketika suasana sudah sepi dan kita bebas berimajinasi.

Di beberapa bab awal, kita akan dibawa mengenal kisah-kisah tokoh yang berbeda. Dan ini membawa kita bertemu dengan banyak sekali tokoh yang mulanya terlihat tidak berhubungan sama sekali, tapi ternyata keberadaannya penting bagi satu sama lain. Karakter mereka diungkapkan secara sederhana, tapi cukup kompleks, dengan latar belakang mereka masing-masing.


Hal yang menonjol dari novel ini, selain genre-nya, adalah sajak-sajak yang bertebaran dan melengkapi cerita. Sajak-sajak tersebut mengawali kisah yang akan terjadi setelahnya. 

Oh ya, walaupun dalam dongeng ini ada kisah cinta, keseluruhan ceritanya bukan hanya itu saja. Menurut saya, novel ini adalah jenis cerita yang akan punya nilai berbeda bagi masing-masing pembacanya. Pesan yang diselipkan oleh Kak Gina dalam Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang mungkin diinterpretasikan lain bagi tiap orang. Saya sendiri menganggap pesan di novel ini adalah mengenai masa lalu dan memaafkan :D

[GIVEAWAY] 


Untuk menyambut Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang yang sebentar lagi bisa kita temui di toko buku (yay!), selama 2 bulan ini akan berlangsung blog tour dengan jadwal seperti gambar di atas. Dan kali ini, ada 1 (satu) eksemplar buku yang akan dibagikan di blog saya dan blog Dina.

Syaratnya gampang banget :


1. Follow blog ini (ada di sidebar)
2. Follow twitter Kak Gina Gabrielle dan ICC Publisher
3. Share giveaway blog tour ini lewat twitter dengan hashtag #GadisPenenunMimpi, jangan lupa mention @irmagsari dan @msginagabrielle
4. Jawab pertanyaan di bawah ini 
Apa dongeng favorit kamu semasa kecil, yang tokoh atau ceritanya mengingatkan akan diri kamu sendiri? (Bisa dongeng apa aja, tradisional maupun yang udah banyak adaptasi filmnya XD)
5. Jangan lupa ikut juga giveway yang diadakan di blog Dina.

Giveaway berlangsung pada tanggal 17 - 23 Desember 2016 jam 23.59 dan pemenang akan segera diumumkan setelah giveaway ditutup.


Semoga beruntung, dan selamat bermimpi :)

Monday 12 December 2016

[Book Review] Landline - Rainbow Rowell

Source : Goodreads
Title : Landline 
Author : Rainbow Rowell
Published by St. Martin’s Press, 2014 
Price: IDR221.000,00
310 pages 
Softcover
ISBN :978-1-250-06430-1 

Georgie McCool knows her marriage is in trouble. That it’s been in trouble for a long time. She still loves her husband, Neal, and Neal still loves her, deeply—but that almost seems beside the point now.

Maybe that was always beside the point. Two days before they’re supposed to visit Neal’s family in Omaha for Christmas, Georgie tells Neal that she can’t go. She’s a TV writer, and something’s come up on her show; she has to stay in Los Angeles. She knows that Neal will be upset with her—Neal is always a little upset with Georgie—but she doesn’t expect him to pack up the kids and go without her.

When her husband and the kids leave for the airport, Georgie wonders if she’s finally done it. If she’s ruined everything.

That night, Georgie discovers a way to communicate with Neal in the past. It’s not time travel, not exactly, but she feels like she’s been given an opportunity to fix her marriage before it starts.... 
Is that what she’s supposed to do?

Or would Georgie and Neal be better off if their marriage never happened?
***

Dalam rangka menyambut bulan Desember (yang sebenarnya sudah lewat hampir dua minggu), saya pengin bikin postingan berseri mengenai buku-buku yang cocok untuk dibaca di bulan ini. You know, those with winter and Christmas vibes.

Saya selalu suka bulan Desember, meskipun bukan bulan lahir saya, entah kenapa. Mungkin karena dari kecil tiap Desember selalu tayang film-film bagus, yang akhirnya bikin saya sukaaaa banget film-film dengan tema Natal dan lagu-lagu yang punya sentuhan bells and chimes. Tahun lalu, saya sudah menulis postingan tentang winter movies favorit saya, jadi sekarang saya mau nulis beberapa review buku yang bertema Desember. Iya, saya akan buat review buku-buku tersebut secara terpisah. Tapi, berhubung belum banyak baca buku dengan tema ini, saya akan bikin dan pilih-pilih sambil jalan, jadi tidak pasti akan ada berapa review yang saya tulis. Mungkin seminggu sekali, atau dua minggu sekali hahaha. Let’s just see how many books I find in a month.

Nah, kali ini saya akan ulas Landline karya Rainbow Rowell.

Tidak banyak novel (khususnya dengan tema romance) yang bikin saya pengin lihat versi filmnya. But this one, guys, I just have to see the characters come to life! And I immediately thought of Tom and Gio Fletcher as my dream casts! Hehe.  
(Anyway, Saya suka banget sama pasangan ini, dan langsung kebayang aja kalau mereka cocok jadi Georgie dan Neal karena mereka selalu terkesan kayak “common people” despite their fame, terus kalau lihat video-video mereka yang main ukulele kayak manis banget gitu hahaha, bukan semata-mata public display affection. Yah, gitu deh pokoknya. Mari lanjut ke review.)

Ceritanya ringan, hangat, dan manis, cocok banget buat musim dingin (atau dalam kasus kita orang-orang yang tinggal di negara beriklim tropis, musim hujan—sambil minum cokelat panas dan makan martabak keju susu. Yha).


***
“You don’t know when you’re twenty three. You don’t know what it really means to crawl into someone else’s life and stay there.”
Georgie dan Neal sudah lama hidup bersama. Mereka menikah sejak keduanya berumur 23 tahun dan telah memiliki dua orang anak. Tentunya, kehidupan pasca pernikahan berbeda dengan masa-masa mereka pacaran karena keduanya adalah pribadi yang sangat berbeda. Georgie memiliki ambisi untuk memiliki program sendiri di stasiun TV tempatnya bekerja. Sedangkan Neal yang tidak penar-benar mencintai pekerjaannya, bersedia untuk tinggal di rumah untuk mengasuh anak-anak mereka.

Sebetulnya Georgie dan Neal sudah memiliki beberapa masalah yang disebabkan karena komunikasi mereka yang buruk—Georgie selalu pulang cukup larut hingga terlalu lelah untuk berdebat dan Neal pun membiarkannya. Sampai puncaknya, Georgie membatalkan kunjungan ke rumah orang tua Neal demi program barunya di stasiun TV. Neal marah dan meninggalkan Georgie untuk bekerja selama pekan natal dan membawa anak-anaknya.

Saat itulah Georgie menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar—ia tak yakin apakah kesalahannya adalah ketika ia memutuskan untuk tetap bekerja dan tidak ikut mengunjungi Ibu Neal, atau jauh lebih lama dari itu, yaitu ketika dia memutuskan untuk menikah dengan Neal.

Hari-hari menjelang Natal dilalui Georgie dengan penuh tekanan, ia merasa kacau dan was-was, karena Neal sama sekali tidak menghubunginya—dia tetap menelepon anak-anaknya, tapi dia tidak pernah punya kesempatan untuk berbicara atau sekedar menyapa Neal. Kedekatan Neal dengan satu-satunya mantan pacarnya juga membuat Georgie khawatir.

Sampai akhirnya, telepon di rumah orang tua Georgie menghubungkannya dengan Neal... 15 tahun yang lalu. Ya, Georgie dapat berkomunikasi dengan suaminya di masa lalu, beberapa waktu sebelum mereka menikah. Akankah Georgie dan Neal dapat memperbaiki hubungan mereka? Atau, mungkinkah komunikasi Georgie dengan Neal di masa lalu justru mengubah hal-hal yang telah terjadi saat ini?


***
Saya jarang baca buku yang tokoh-tokohnya sudah menikah, karena saya merasa kurang bisa relate dengan cerita yang demikian, tapi menurut saya, buku ini memberikan insight mengenai kehidupan pernikahan, bahwa marriage life is not all rainbow and sunshine. Dua orang yang berkomitmen untuk hidup bersama, dapat berubah seiring berjalannya waktu, dan mereka tidak pernah 100 persen tahu apa yang dirasakan satu sama lain apabila memang tidak ada komunikasi.
“How does anyone ever know whether love is enough? It’s an idiotic question. Like, if you fall in love, if you’re that lucky, who are you to even ask whether it’s enough to make you happy?”

“Just because you love someone, that doesn’t mean your lives will fit together.”

“Nobody’s lives just fit together. Fitting together is something you work at. It’s something you make happen—because you love each other.”

Family? Checked.
Relationships? Checked.
Heartwarming scenes? Checked.
THERE IS A LITTLE BIT OF MAGIC, TOO. 
Aren’t those the perfect formula for Christmas stories?

Dengan jalan cerita yang sederhana dan bisa dibilang mundane—apabila bukan karena magic landline di rumah Georgie—Rainbow Rowell mampu menghadirkan kisah yang manis dan membekas bagi pembaca. Tokoh-tokohnya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, bahkan bisa jadi beberapa orang membayangkan itu adalah diri mereka sendiri ;)

Alurnya maju mundur, sesuai dengan tema yang diangkat, dengan perpindahan yang cukup mulus. Well, saya lebih suka percakapan Georgie dengan Neal di telepon, sih, mereka manis banget! Neal yang "sekarang" terkesan lebih bitter dan tidak menyenangkan. Saya pengen jelasin lebih banyak di sini, tapi pasti bakal spoiler. Jadi, silakan nikmati sendiri kisah mereka.

Oh ya, saya suka banget penggambaran Neal bagi Georgie :

“Neal didn’t take Georgie’s breath away. Maybe the opposite. But that was okay—that was really good, actually, to be near someone who filled your lungs with air.”
Bagi kalian yang penasaran dengan Landline tapi sudah kesulitan menemukan bukunya atau ingin baca versi Bahasa Indonesia, Penerbit Spring sudah menerbitkan terjemahannya yang bisa didapatkan di toko buku seluruh Indonesia. 3.5 dari 5 bintang.

Sunday 4 December 2016

[Book Review] Love, Rosie - Cecelia Ahern

Source : Goodreads
Title : Love, Rosie 
Author : Cecelia Ahern
Published by Hachette Books, January 2015
Price: IDR60.000,00 (Big Bad Wolf)
431 pages
Softcover
ISBN :978-0-316-29579-6

Rosie and Alex are destined for each other and everyone seems to know it but them. Best friends since childhood, they separate as teenagers when Alex and his family relocate from Dublin to Boston. Like two ships always passing in the night, Rosie and Alex stay friends, and though years pass and weddings, funerals, and baptisms take place, the two remain firmly attached via e-mails and letters. Heartbroken, they learn to live without each other. But destiny is a funny thing, and in this novel of several missed opportunities, Rosie and Alex learn that fate isn't done with them quite yet. 

***

Pertama kali menonton Love, Rosie dua tahun yang lalu, saya tahu bahwa film tersebut diadaptasi dari novel karya Cecelia Ahern dengan judul Where Rainbow Ends--yang kemudian dicetak ulang dengan judul Love, Rosie. Awalnya saya tidak tertarik untuk membaca versi novelnya, karena jujur saya saya puas sekali dengan filmnya : aktor dan aktris yang enak dilihat, cerita yang relatable, padat, tapi berakhir manis, dan yang terpenting, scoring yang bagus. Seberapa seru, sih, rom-com yang kamu sudah tahu akhirnya?

Ternyata saya salah. Saya bahkan tidak ingat sudah berapa kali nonton filmnya. In a way, it is one of my comfort movies. Kalau sedang bosan dan ingin nonton film tapi malas milih dari ratusan film lainnya, salah satu pilihan saya adalah Love, Rosie--sama seperti Flipped dan Reality Bites--tidak pernah bikin bosan walaupun sudah ditonton puluhan kali. Saya jadi penasaran seperti apa cerita di bukunya, plot yang sesungguhnya, dan tentu saja formatnya. Akhirnya saya putuskan untuk membaca bukunya, yang ternyata cukup tebal dan konfliknya jauh lebih rumit.

Oh ya, review ini ditulis sambil mendengarkan music score film Love, Rosie yang digubah oleh Ralf Wengenmayr, try looking it up on spotify and you can thank me later!

Rosie dan Alex adalah dua sahabat yang bisa dibilang tumbuh besar bersama, jika bukan menua bersama. Mereka bersahabat sejak keduanya berusia lima tahun dan saling berbagi impian : suatu saat Rosie akan punya hotel sendiri dan Alex akan jadi dokter pribadi untuk hotel milik Rosie. Ketika remaja, keduanya harus berpisah karena Alex dan keluarganya pindah ke Boston. Namun mereka masih saling berkabar dan Rosie berjanji akan melanjutkan sekolahnya di Boston, sesuai bidang yang ia inginkan. Ia bahkan sudah diterima di Boston College dan sebulan lagi akan berangkat ke sana. Tentu saja, hidup terkadang memang lucu. Ketika debs (semacam prom) yang seharusnya dihadiri Rosie bersama Alex, flight Alex dari Boston dibatalkan dan Rosie terpaksa pergi bersama Brian, dia melakukan kesalahan yang menyebabkannya harus kehilangan tiket pertamanya untuk mencapai impiannya memiliki hotel.

"It's funny because when you're a child, you believe you can be anything you want to be, go wherever you want to go. There's no limit to what you can dream. You expect the unexpected, you believe in magic, in fairy tales, and in possibilities. Then you grow older and that innocence is shattered and somewhere along the way the reality of life gets in the way and you're hit by the realization that you can't be all you wanted to be, you just might have to settle for a little bit less. Or perhaps a variation of what you once wanted."

Walaupun begitu, Alex dan Rosie masih konstan berkirim kabar, meskipun terkadang tidak intens karena mereka memiliki kehidupan masing-masing. Ada titik ketika Alex atau Rosie menyadari perasaan mereka terhadap satu sama lain, tapi waktu mereka tidak pernah tepat. Selalu begitu. Hingga mereka masing-masing sudah memiliki keluarga dan bahkan bercerai, sampai anak-anak mereka beranjak dewasa dan mereka dihadapkan pada pilihan-pilihan yang pada akhirnya mungkin bisa membuat mereka bahagia.

***

Membaca buku ini, sesungguhnya bikin saya capek. Serius. This book is such a roller coaster ride and following the journey of two people who are supposed to be together but keep missing out on each other for that long is frustrating most of the time. Apalagi ditambah fakta bahwa saya sudah nonton filmnya, yang walaupun bittersweet, rasanya lebih banyak sweet-nya, dan bikin penyelesaian masalah-masalah Rosie di film juga bagaikan a piece of cake. Di bukunya, ceritanya jauh lebih realistis dan rumit. Rosie benar-benar struggling dengan kehidupannya, dia harus sekolah di usianya yang tidak muda, dia akhirnya ditinggalkan oleh Katie yang beranjak dewasa, dan begitu pun dengan Alex yang hubungannya dengan Bethany tidak berakhir begitu saja

(Tenang, saya tetap suka banget kok sama film Love, Rosie. Hail, Sam Claflin!)

Tapi, hal yang saya suka dalam bukunya adalah meski berfokus pada kisah Alex dan Rosie, semua orang yang dekat dengan mereka ikut terlibat. Saya suka banget hubungan Rosie dengan orang tua dan saudara-saudaranya yang selalu suportif, hubungan Rosie dan Katie yang saling terbuka dan terasa unbreakable, hubungannya dengan Ruby, rekan-rekan kerjanya di hotel, bahkan dengan mantan gurunya yang dulu sering marah padanya dan Alex. Oh, dan jangan lupakan Katie dengan Toby dan Alex. Pokoknya dinamika semua tokoh di sekitar Rosie dan Alex dengan mereka sangat menarik, mereka seperti orang-orang yang memang nyata dan itu membuat karakter di dalam Love, Rosie terasa hidup meski tanpa narasi : surat-surat mereka personified dan punya ciri masing-masing. Karena itulah banyak hal di buku ini yang bikin saya mikir, semacam value of the story gitu :))  

Format novel ini sendiri menarik, sama sekali tidak ada narasi selain beberapa halaman epilog. Sekarang mungkin cukup banyak novel yang menggunakan format ini, tapi ketika pertama kali diterbitkan lebih dari sepuluh tahun yang lalu, saya rasa format semacam ini adalah sesuatu yang baru. Terdiri dari surat-surat, e-mail dan pesan singkat yang dibumbui dengan typo, juga penulisan khas masing-masing "narator"-nya. Dengan Alex dan Katie yang selalu menulis know menjadi no atau typo pada saat tokoh-tokohnya masih kecil dan belum bisa mengeja dengan benar.
 
Plot-wise, sebetulnya tidak ada yang istimewa, sesederhana jatuh-cinta-sama-sahabat-sendiri-tapi-banyak-rintangan-untuk-bisa-bersama. Tapi menurut saya penulisnya sukses bikin cerita yang bikin capek hati (LOL), sekaligus bikin kita tetap tidak bisa berhenti sampai tamat. Setiap saya hampir menyerah dan mau skip aja terus ganti buku, langsung terjadi konflik baru yang kembali membuat saya penasaran. Untuk itu, 4 dari 5 bintang saya berikan untuk Love, Rosie. Sebagai penutup review ini, saya juga akan mengutip kalimat favorit saya sejak nonton filmnya dan ternyata di bukunya lebih panjang :

"You need someone who can help you reach your dreams and who can protect you from your fears. You need someone who will treat you with respect, love every part of you, especially your flaws. You should be with someone who can make you happy, really happy, dancing on air happy."

Friday 25 November 2016

Preloved Books for Sale

Hi everyone,

I'm trying to make some room in my bookshelves so I'm selling some of my preloved and new books, all in good condition starting from IDR 10k (exclude shipping cost from Semarang). Most of them are plastic wrapped and every 3 (three) purchases will get one of the books from @10.000 list for free.
For further info and details, kindly drop me a message to LINE : irmagsari or WhatsApp 085885491647.

You can ask me the picture and detailed condition of each book by contacting me
@10.000   
20 Glenn Fredly - Moammar Emka dkk.
Analogi Cinta Sendiri – Dara Prayoga
Cerita Sahabat – Alberthine Endah dkk. 
Kata Hati – Bernard Batubara [SOLD]
Kening – Rakhmawati Fitri
Rasa Cinta – Ariev Rahman dkk.


@15.000

5 cm – Donny Dhirgantoro (cover lama)
2 – Donny Dhirgantoro
(cover lama)
Circa - Sitta Karina (cover lama)  
Dia Tanpa Aku - Esti Kinasih (cover lama)  
Katarsis - Anastasia Aemelia (segel)[SOLD]
Singgah – Bernard Batubara dkk.
Somewhere Only We Know – Alexander Thian [SOLD]

@20.000
Fly to The Sky - Nina Ardianti dan Moemoe Rizal [BOOKED]
Heart Reset - Trisella
Eksistensi Rasa – Farah Hidayati
Konstelasi Rindu – Farah Hidayati
YARN : Reva’s Tale – Ruby Astari [SOLD]
YARN : Remedy – Biondy Alfian [SOLD]

@25.000
Animal Farm - George Orwell (cover lama)[SOLD]

Dirty Little Secret – AliaZalea [BOOKED]
Ghostgirl #2 – Tonya Hurley [SOLD] 
Kismet - Nina Addison

@30.000
Insurgent - Veronica Roth (terjemahan Bahasa Indonesia)[SOLD]
Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (cover lama) [SOLD]
Lukisan Hujan - Sitta Karina (cover baru)

@50.000
Cantik Itu Luka - Eka Kurniawan (segel) [SOLD]
Underground - Ika Natassa [SOLD]
Paket Komik Cardcaptor Sakura volume 1-4 (cetakan baru) [SOLD]

ENGLISH BOOKS 
Divergent - Veronica Roth 50.000
Epic Fail - Claire Lazebnik 50.000
Me Before You (movie tie-in mass market paperback) - Jojo Moyes 70.000 

I will be updating the list from time to time, you can also check out the picture of each product on my carousell account. Thank you!

[Book Review] Me Before You - Jojo Moyes

Source : Google
Title : Me Before You
Author : Jojo Moyes
Published by Michael Joseph, April 2016
Price : IDR132.000,00
512 pages
Paperback, Movie Tie-In
ISBN 978-0-718-18400-1

Lou Clark knows lots of things. She knows how many footsteps there are between the bus stop and home. She knows she likes working in The Buttered Bun tea shop and she knows she might not love her boyfriend Patrick.

What Lou doesn't know is she's about to lose her job or that knowing what's coming is what keeps her sane.

Will Traynor knows his motorcycle accident took away his desire to live. He knows everything feels very small and rather joyless now and he knows exactly how he's going to put a stop to that.

What Will doesn't know is that Lou is about to burst into his world in a riot of colour. And neither of them knows they're going to change the other for all time.

***

Hands down to the best book I read this year (so far). I kid you not, this book is a real tearjerker.

I know it is (probably way too) late to make the review of this book now, but somehow I can’t help it. I just have to share my impression about this book. I wanted to read it since about two years ago, but due to the piled to-be-read-books and expensive shipping (sigh), I decided to just let it slide and thought that maybe I could read it later.

Until they announced—or I heard—about the movie adaptation earlier this year. I did not want to watch the movie before I read the book, so, a few months ago I purchased this book (and got free shipping). Mine is the movie tie-in version. I usually hate this version of a book and prefer the original cover, but to feed my curiosity, I bought it anyway. And I really didn’t mind, because it is Mother of Dragons and Sam Claflin on the cover, afterall, so what’s not to like?

Well. Let’s cut the blabbering and move on to the review.

Louisa Clark is an ordinary twenty something girl with not much ambition about her life ahead, if it is not for the fact that she lost her job in a cafe, she probably wouldn’t go anywhere for the rest of her life. She loves her boring life way too much.

Will is everything that Louisa’s not. He led a big life, had a great job, an adventurer, playboy, until a motorcycle accident made him lost his ability to do those things he loves. He is quadriplergic, and for someone who is after the kind of life he had, it’s just too painful. And he knew exactly how he’s going to end it. He attempted on suicide but survived, and he promised his mother that he’s going to live, for a while. After the promised time passed, he will go to Dignitas.

Louisa and Will’s paths cross, and they are about to change each other’s lives.

Of course this kind of topic is controversial—Will wants to go to Dignitas and all. But even though there was not even once Will’s point of view is written here, I understand. I understand what he’s going through, and why he’s willing to put the end that he wanted.

It’s not about Will being ungrateful lad or something.

He’s just making the best of his time, before it got stale, before he feels like it’s wasted and he gets worse until only the bad memories left.

He does not want to hold back his family, as he knows he’s making them unhappy.

It’s about his unconditional love for Louisa. He cares about her future.. that he wants her to really live her life.

It’s about understanding, that somebody’s life, is never ours to decide.

*** 

"I know this isn't a conventional love story. I know there are all sort of reasons I shouldn't even be saying what I am. But I love you. I do. And I think you might even love me a little bit."

So here I am, months after reading Me Before You and I am still reeling. I wasn’t emotionally ready to write a review back then, but this morning I came across someone’s update saying she accidentally opened the last page of Me Before You and worried that it might not come out as exciting because she already found out the ending.

I wanted to tell her that there is a lot more to it. It is not about happy or sad ending, and whether Will is staying alive or not.

Because that’s the thing about character-driven story, how the characters grow throughout the pages is what matters most. Just like the title, this book tells us a story about the person they once were before meeting each other, how they changed for the better, and everything else that happened in between. Will and Lou’s imperfections made me actually learn something, feel something, without trying too hard. Without being preachy at all. It portrayed the thing that happened to them realistically: Will being cynical, and Louisa, despite all her potentials, rather stayed where she was; in the world she knew. Because sometimes I feel like that, too. I feel vulnerable to the world, like Will. I also become so guarded, like Louisa, when it comes to people questioning my decisions. They are so human their characters hit a little too close to home. I don’t always like them and how they react, but isn’t it the same with real people? Aren’t we, sometimes, getting sick of dealing with them?

Definitely one of my best reads this year (oh boy how many times do I have to say this). Heck, probably one of the best romance books I have—or will ever—read in my entire life. Rating? 5 stars out of 5!

"You only get one life. It's actually your duty to live it as fully as possible."

Anyway, I have watched the movie and it was actually below my expectation. I know that movies and books are two different way of storytelling, but the movie missed out a lot of important details—the events that led to the occurence of Will and Louisa’s chemistry. I barely even shed a tear. So there’s that, I didn’t really enjoy the movie despite the incredible casts, what a shame.

But I absolutely looove the soundtrack, even though it is still occured to me that Death Cab for Cutie’s What Sarah Said should be on the tracklist—the song gave me goosebumps and those “love is watching someone dies” kind of resonate with some parts of the book. But it’s okay, I love Not Today as well.

Saturday 24 September 2016

[Book Review] The Chronicles of Audy : O2 - Orizuka

Sumber : Goodreads
Judul Buku : The Chronicles of Audy : O2
Penulis : Orizuka
Penerbit : Penerbit Haru
Terbit : Juni 2016
Harga : Rp71.000,00
Tebal : 364 halaman
Cover : Softcover
ISBN : 978-602-7742-86-4

Hai. Namaku Audy. Umurku masih 22 tahun.
Hidupku tadinya biasa-biasa saja,
sampai cowok yang kusukai memutuskan
untuk meneruskan sekolah ke luar negeri.

Ketika aku sedang berpikir
tentang nasib hubungan kami,
dia memintaku menunggu.

Namun ternyata, tidak cuma itu.
Dia juga memberikan pernyataan
yang membuatku ketakutan setengah mati!

Di saat aku sedang kena galau tingkat tinggi,
masalah baru (lagi-lagi) muncul.

Seseorang yang tidak pernah kulirik sebelumnya,
sekarang meminta perhatianku!

Ini, adalah kronik dari kehidupanku
yang sepertinya akan selalu ribet.

Kronik dari seorang Audy.
***
 
Di seri pamungkasnya ini, Audy Nagisa masih harus berjuang menyelesaikan skripsi, menghadapi Rex yang sebentar lagi akan melanjutkan sekolah di luar negeri dan semakin nggak bisa ditebak, ditambah lagi Romeo yang malah mendekatinya! Anehnya, manusia yang kayaknya nggak pernah ada beban itu justru jadi misterius.  Audy dan Romeo juga berusaha keras ‘menyatukan’ Rafael dan Rex yang memang sejak awal tidak terlalu dekat.

Berhubung ini seri terakhir, Audy mulai merencanakan juga apa yang ingin dia lakukan selanjutnya. Dia sadar, pelan-pelan harus mulai memikirkan rencana hidupnya setelah lulus nanti.

It’s never too late to be what you might have been, saya sering baca kutipan itu, dan rasanya pas banget untuk menggambarkan pergulatan batin Audy mengenai cita-citanya. Karena siap nggak siap, masa depan udah ada di depan matanya. Dia minder juga, dong, Rex yang baru lulus SMA aja udah mikirin rencana setelah dia lulus dari MIT.

Lalu, gimana kelanjutan kronik Audy di seri terakhir ini?

“Keluarga memang lebih baik saat berkumpul. Tapi walaupun tidak berkumpul, keluarga tetap keluarga. Seperti oksigen, walaupun nggak terlihat, keluarga ada di sekitarmu, ada di setiap tarikan napasmu, ada di dalam darahmu.”

Masih heartwarming, kocak, mengharukan seperti yang sebelum-sebelumnya. Penantian yang nggak sia-sia! ^^

Saya termasuk pembaca baru The Chronicles of Audy, saat orang lain sudah lama menunggu seri keempatnya terbit, saya baru baca seri pertamanya, 4R. Untungnya karena itu saya jadi langsung bisa membaca kelanjutannya sampai buku ketiga dan cuma nunggu sekitar 2 bulan untuk baca buku keempatnya. Nggak kebayang gimana penasarannya yang pada nunggu setahun.

Setiap kalimat yang ditulis rasanya betul-betul effortless. Inner thoughts-nya Audy itu loh, kocak banget, tapi nggak berlebihan. Rasanya dalam seri ini semua takarannya pas, dari aspek keluarga, romance, persahabatan, humor, dan hidup itu sendiri. Pokoknya recommended buat penggemar cerita bertema slice of life. Buku ini sarat makna, tapi disampaikan dengan cara yang ringan. Jadi kalau selama baca saya nggak bisa berhenti ketawa (dan nangis juga—terutama bagian Rafael. lol) dan masuk ke dunianya Audy, waktu selesai baca, aftertaste-nya malah bikin saya mikir :”))

Tokoh-tokohnya lovable. Sampai rasanya di dalam tokoh yang jarang muncul kayak Aries pun saya nemu hal yang saya suka, dia bisa dekat dengan Rafael! Dan masing-masing karakter juga berkembang. Mulai dari Audy yang tadinya bahkan malas banget untuk mulai bikin skripsi jadi tahu apa yang dia inginkan, Romeo yang ternyata punya peran besar dalam menyatukan keluarganya, Regan jadi makin bijaksana, Rafael yang belajar menerima orang lain, dan Rex yang mulai sadar bahwa nggak semua hal bisa diselesaikan sendiri. Semuanya terasa nyata dan dekat dengan pembaca.

Hal lain yang paling saya suka dari The Chronicles of Audy adalah, Kak Orizuka tahu kapan harus berhenti. Tentu saja saya senang mengikuti kehidupan Audy dengan manusia-manusia unik (plus ganteng :p) di sekitarnya. Bahkan saya rasanya sayang banget sama Rafael dan pengin tahu gimana jadinya ketika dia tumbuh besar nanti. Tapi segala permasalahan Audy ditutup dengan memuaskan, and I just can’t imagine a better ending. Dan menurut saya itu yang paling penting : menjadikan seri ini memorable. Saya yakin pembaca lain juga merasa demikian, we crave for more of them, bukan karena ada sesuatu yang mengganjal dalam akhir seri ini, tapi karena nggak rela pisah dengan tokoh-tokohnya. Saya pasti nggak akan keberatan jika suatu saat “ketemu” lagi dengan 4R1A, tapi semoga saja bukan dalam buku kelima The Chronicles of Audy. Spin-off cerita Missy, mungkin? *wink*

All in all, The Chronicles of Audy adalah salah satu seri dengan tema romance/slice of life terbaik yang pernah saya baca, dan tentunya sayang untuk dilewatkan. 5 dari 5 bintang!