Sunday 4 December 2016

[Book Review] Love, Rosie - Cecelia Ahern

Source : Goodreads
Title : Love, Rosie 
Author : Cecelia Ahern
Published by Hachette Books, January 2015
Price: IDR60.000,00 (Big Bad Wolf)
431 pages
Softcover
ISBN :978-0-316-29579-6

Rosie and Alex are destined for each other and everyone seems to know it but them. Best friends since childhood, they separate as teenagers when Alex and his family relocate from Dublin to Boston. Like two ships always passing in the night, Rosie and Alex stay friends, and though years pass and weddings, funerals, and baptisms take place, the two remain firmly attached via e-mails and letters. Heartbroken, they learn to live without each other. But destiny is a funny thing, and in this novel of several missed opportunities, Rosie and Alex learn that fate isn't done with them quite yet. 

***

Pertama kali menonton Love, Rosie dua tahun yang lalu, saya tahu bahwa film tersebut diadaptasi dari novel karya Cecelia Ahern dengan judul Where Rainbow Ends--yang kemudian dicetak ulang dengan judul Love, Rosie. Awalnya saya tidak tertarik untuk membaca versi novelnya, karena jujur saya saya puas sekali dengan filmnya : aktor dan aktris yang enak dilihat, cerita yang relatable, padat, tapi berakhir manis, dan yang terpenting, scoring yang bagus. Seberapa seru, sih, rom-com yang kamu sudah tahu akhirnya?

Ternyata saya salah. Saya bahkan tidak ingat sudah berapa kali nonton filmnya. In a way, it is one of my comfort movies. Kalau sedang bosan dan ingin nonton film tapi malas milih dari ratusan film lainnya, salah satu pilihan saya adalah Love, Rosie--sama seperti Flipped dan Reality Bites--tidak pernah bikin bosan walaupun sudah ditonton puluhan kali. Saya jadi penasaran seperti apa cerita di bukunya, plot yang sesungguhnya, dan tentu saja formatnya. Akhirnya saya putuskan untuk membaca bukunya, yang ternyata cukup tebal dan konfliknya jauh lebih rumit.

Oh ya, review ini ditulis sambil mendengarkan music score film Love, Rosie yang digubah oleh Ralf Wengenmayr, try looking it up on spotify and you can thank me later!

Rosie dan Alex adalah dua sahabat yang bisa dibilang tumbuh besar bersama, jika bukan menua bersama. Mereka bersahabat sejak keduanya berusia lima tahun dan saling berbagi impian : suatu saat Rosie akan punya hotel sendiri dan Alex akan jadi dokter pribadi untuk hotel milik Rosie. Ketika remaja, keduanya harus berpisah karena Alex dan keluarganya pindah ke Boston. Namun mereka masih saling berkabar dan Rosie berjanji akan melanjutkan sekolahnya di Boston, sesuai bidang yang ia inginkan. Ia bahkan sudah diterima di Boston College dan sebulan lagi akan berangkat ke sana. Tentu saja, hidup terkadang memang lucu. Ketika debs (semacam prom) yang seharusnya dihadiri Rosie bersama Alex, flight Alex dari Boston dibatalkan dan Rosie terpaksa pergi bersama Brian, dia melakukan kesalahan yang menyebabkannya harus kehilangan tiket pertamanya untuk mencapai impiannya memiliki hotel.

"It's funny because when you're a child, you believe you can be anything you want to be, go wherever you want to go. There's no limit to what you can dream. You expect the unexpected, you believe in magic, in fairy tales, and in possibilities. Then you grow older and that innocence is shattered and somewhere along the way the reality of life gets in the way and you're hit by the realization that you can't be all you wanted to be, you just might have to settle for a little bit less. Or perhaps a variation of what you once wanted."

Walaupun begitu, Alex dan Rosie masih konstan berkirim kabar, meskipun terkadang tidak intens karena mereka memiliki kehidupan masing-masing. Ada titik ketika Alex atau Rosie menyadari perasaan mereka terhadap satu sama lain, tapi waktu mereka tidak pernah tepat. Selalu begitu. Hingga mereka masing-masing sudah memiliki keluarga dan bahkan bercerai, sampai anak-anak mereka beranjak dewasa dan mereka dihadapkan pada pilihan-pilihan yang pada akhirnya mungkin bisa membuat mereka bahagia.

***

Membaca buku ini, sesungguhnya bikin saya capek. Serius. This book is such a roller coaster ride and following the journey of two people who are supposed to be together but keep missing out on each other for that long is frustrating most of the time. Apalagi ditambah fakta bahwa saya sudah nonton filmnya, yang walaupun bittersweet, rasanya lebih banyak sweet-nya, dan bikin penyelesaian masalah-masalah Rosie di film juga bagaikan a piece of cake. Di bukunya, ceritanya jauh lebih realistis dan rumit. Rosie benar-benar struggling dengan kehidupannya, dia harus sekolah di usianya yang tidak muda, dia akhirnya ditinggalkan oleh Katie yang beranjak dewasa, dan begitu pun dengan Alex yang hubungannya dengan Bethany tidak berakhir begitu saja

(Tenang, saya tetap suka banget kok sama film Love, Rosie. Hail, Sam Claflin!)

Tapi, hal yang saya suka dalam bukunya adalah meski berfokus pada kisah Alex dan Rosie, semua orang yang dekat dengan mereka ikut terlibat. Saya suka banget hubungan Rosie dengan orang tua dan saudara-saudaranya yang selalu suportif, hubungan Rosie dan Katie yang saling terbuka dan terasa unbreakable, hubungannya dengan Ruby, rekan-rekan kerjanya di hotel, bahkan dengan mantan gurunya yang dulu sering marah padanya dan Alex. Oh, dan jangan lupakan Katie dengan Toby dan Alex. Pokoknya dinamika semua tokoh di sekitar Rosie dan Alex dengan mereka sangat menarik, mereka seperti orang-orang yang memang nyata dan itu membuat karakter di dalam Love, Rosie terasa hidup meski tanpa narasi : surat-surat mereka personified dan punya ciri masing-masing. Karena itulah banyak hal di buku ini yang bikin saya mikir, semacam value of the story gitu :))  

Format novel ini sendiri menarik, sama sekali tidak ada narasi selain beberapa halaman epilog. Sekarang mungkin cukup banyak novel yang menggunakan format ini, tapi ketika pertama kali diterbitkan lebih dari sepuluh tahun yang lalu, saya rasa format semacam ini adalah sesuatu yang baru. Terdiri dari surat-surat, e-mail dan pesan singkat yang dibumbui dengan typo, juga penulisan khas masing-masing "narator"-nya. Dengan Alex dan Katie yang selalu menulis know menjadi no atau typo pada saat tokoh-tokohnya masih kecil dan belum bisa mengeja dengan benar.
 
Plot-wise, sebetulnya tidak ada yang istimewa, sesederhana jatuh-cinta-sama-sahabat-sendiri-tapi-banyak-rintangan-untuk-bisa-bersama. Tapi menurut saya penulisnya sukses bikin cerita yang bikin capek hati (LOL), sekaligus bikin kita tetap tidak bisa berhenti sampai tamat. Setiap saya hampir menyerah dan mau skip aja terus ganti buku, langsung terjadi konflik baru yang kembali membuat saya penasaran. Untuk itu, 4 dari 5 bintang saya berikan untuk Love, Rosie. Sebagai penutup review ini, saya juga akan mengutip kalimat favorit saya sejak nonton filmnya dan ternyata di bukunya lebih panjang :

"You need someone who can help you reach your dreams and who can protect you from your fears. You need someone who will treat you with respect, love every part of you, especially your flaws. You should be with someone who can make you happy, really happy, dancing on air happy."

No comments:

Post a Comment