Tuesday 10 May 2016

[Book Review] Malam-malam Terang - Tasniem Fauzia Rais & Ridho Rahmadi

Source : Goodreads
Judul Buku : Malam-malam Terang
Penulis : Tasniem Fauzia Rais, Ridho Rahmadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Desember 2015
Harga : Rp65.000
Tebal : 246 halaman
Cover : Softcover
ISBN : 978-602-032-454-8
 
Berawal dari kegagalan memperoleh nilai ujian akhir yang cukup untuk melanjutkan sekolah di SMA impiannya di Yogya, Tasniem, gadis yang saat itu baru 15 tahun, menantang dirinya untuk merantau ke luar negeri. Berbekal restu sang ibu yang rela menjual sepetak tanah, ia berangat ke Singapura melanjutkan sekolah dengan tekad memenangi apa yang “direbut” darinya.

Hidup di Singapura dan belajar di sekolah internasional mengantarkan Tasniem melihat dunia global. Di sisi lain, remaja belasan tahun ini juga didera cobaan hidup merantau; rindu keluarga, kesepian, terasing, dan uang pas-pasan seringkali merayunya untuk menyerah dan pulang.

Beruntung, Tuhan kirimkan tiga teman serantau; Cecilia asal China, Aarin asal India, dan Angelina dari Indonesia. Empat sekawan ini sekalipun berbeda dalam keyakinan dan banyak hal lain, berhasil melewati suka-duka dan sukses membangun persahabatan. Petualangan mereka mennjadi suguhan menarik sarat makna.

Mampukah Tasniem memenangi apa yang menjadi tekadnya? Mampukah ia menjadi bintang yang paling terang?
 ***

Malam-Malam Terang merupakan buku non-fiksi yang menceritakan kisah Tasniem, seorang anak 15 tahun yang merantau ke Singapura karena kegagalannya meraih nilai tinggi di EBTANAS SMP mengakibatkan dia tidak bisa masuk ke SMA yang dia impikan sejak dulu. Tentu saja awalnya dia kecewa, karena semasa bersekolah dia selalu mendapat rangking 5 besar. Namun, ketika berlibur ke rumah neneknya untuk menenangkan diri pasca pengumuman yang mengecewakan, Tasniem seakan mendapat petunjuk bahwa mungkin ada tempat di luar sana yang lebih baik untuknya, bahwa rencana Tuhan memang tidak bisa kita duga. Maka dari itu, kemudian dia merantau ke Singapura.

Perjalanan Tasniem hingga bisa sampai melanjutkan sekolah di Singapura tidaklah mudah. Awalnya, sang Ibu tidak menyetujui pilihannya karena biaya yang mahal. Walaupun akhirnya mengizinkan, ibunya harus menjual tanah demi biaya sekolah Tasniem.

Menurut saya, ini juga bisa jadi kritik bagi pendidikan di negeri ini, bahwa tidak seharusnya kesuksesan seorang pelajar hanya ditentukan dari beberapa hari ujian saja. Banyak sekali Tasniem-Tasniem lain di luar sana yang juga berprestasi tapi kurang beruntung di beberapa hari ujian sehingga tidak dapat melanjutkan ke sekolah yang mereka inginkan. Beruntung Tasniem bisa bersekolah di tempat yang lebih baik, tapi tidak semua orang mampu melanjutkan sekolah ke Singapura, bukan?

“Jadilah bintang yang paling terang kelak, jangan menyerah.”

Saya suka dengan perjuangan Tasniem di Malam-Malam Terang. Dia adalah seorang yang gigih. Dari awal hingga akhir buku, kita benar-benar bisa merasakan proses pendewasaan dirinya. Bayangkan, Tasniem yang awalnya gadis biasa saja, dan cenderung insecure—dia bahkan ketakutan ketika nyaris bertemu dengan teman-temannya yang populer di stasiun karena takut nilainya dihina—akhirnya bisa menjadi contoh bagi teman-temannya karena sifatnya yang disiplin dan pantang menyerah.

“Generasi muda seperti kamu, kelak akan diperlukan bangsa ini. Dengan merantau jauh demi ilmu, maka Tuhan punya alasan kuat mengapa. Dia akan memilihmu suatu saat kelak. Ya, karena kamu pekerja keras. Jadikan kegagalan sahabat terbaikmu, karena hanya dialah yang setia mengingatkan untuk selalu berusaha yang lebih baik. Tanpanya, kamu tidak akan pernah maju.”

Tasniem pernah sekali lagi gagal ketika awal SMA, tapi dia menjadikan hal itu pelajaran. Homesick? Jangan ditanya. Tiap kali merasa hidupnya di Singapura terlalu berat, dia selalu rindu rumah dan ingin pulang. Namun, dia selalu melibatkan Tuhan dalam segala urusannya, dan itu menguatkan dirinya. Ini menyebabkan Malam-Malam Terang cukup kental dengan nuansa Islami, karena Tasniem selalu menjalankan ibadahnya, dia juga dibesarkan di keluarga dengan agama yang kuat. Tapi jangan salah, buku ini dapat dibaca siapa saja karena persahabatan antara Tasniem, Cecilia, Angelina, dan Aarin juga cukup dominan di buku ini. Dan mereka sangat menjunjung tinggi toleransi. Sesuatu yang sepertinya lumayan langka sekarang ini :)
 
Oh ya, sebagai remaja belasan tahun, tentu saja Tasniem juga mengalami ketertarikan pada lawan jenisnya. Dan ini yang bikin saya penasaran untuk tahu lanjutannya di buku kedua, karena di sini, orang itu hanya diceritakan sepintas.

Ditulis dengan sudut pandang orang pertama dengan kesan yang mirip seperti diary Tasniem, banyak hal yang bisa kita contoh di Malam-malam Terang.

Walaupun begitu, secara teknis saya masih punya sedikit keluhan tentang buku ini, yaitu margin yang terlalu sempit. Belum lagi, spasi antar baris yang juga sangat rapat. Saya jadi cukup lama membaca buku setebal 246 halaman ini karena harus beradaptasi lebih dulu Semoga di buku selanjutnya ruang bagi tulisan di buku ini lebih lapang agar lebih nyaman dibaca.

“Jadikan kegagalan sahabat setiamu. Bukan berarti kamu harus selalu gagal, namun ketika kegagalan datang, sambutlah ia sebagai sahabat. Mengapa? Karena kegagalan adalah cermin yang mengingatkan kita untuk berusaha lebih baik. Tanpa cermin itu kita tidak bisa melihat diri sendiri, tidak bisa mengevaluasi diri.”

Overall, buku ini inspiratif dan memotivasi. Bagi kalian yang pernah atau sedang mengalami hambatan dalam mencapai cita-cita, Malam-malam Terang bisa dijadikan sebagai salah satu penyemangat diri, karena kegagalan bukanlah akhir segalanya, melainkan kesuksesan yang tertunda :D

No comments:

Post a Comment