Monday 2 January 2017

[Book Review] Persona - Fakhrisina Amalia

Source : Goodreads
Judul buku : Persona
Pengarang : Fakhrisina Amalia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 18 April 2016
Paperback, 248 halaman
ISBN : 978-602-032-629-0

Seri Young Adult GPU


Namanya Altair, seperti salah satu bintang terang di rasi Aquila yang membentuk segitiga musim panas. Azura mengenalnya di sekolah sebagai murid baru blasteran Jepang yang kesulitan menyebut huruf L pada namanya sendiri.

Azura merasa hidupnya yang berantakan perlahan membaik dengan kehadiran Altair. Keberadaan Altair lambat laun membuat perasaan Azura terhadap Kak Nara yang sudah lama dipendam pun luntur.

Namun, saat dia mulai jatuh cinta pada Altair, cowok itu justru menghilang tanpa kabar. Bukan hanya kehilangan Altair, Azura juga harus menghadapi kenyataan bahwa orangtuanya memiliki banyak rahasia, yang mulai terungkap satu demi satu. Dan pada saat itu, Kak Nara-lah tempat Azura berlindung.

Ketika Azura merasa kehidupannya mulai berjalan normal, Altair kembali lagi. Dan kali ini Azura dihadapkan pada kenyataan untuk memilih antara Altair atau Kak Nara.


*** 

Buku pertama yang selesai dibaca dan diulas di tahun 2017! Yay!

Salah satu dari the-so-called-new-year-resolution yang saya buat tahun ini adalah menahan diri untuk tidak sering-sering beli buku, karena tahun kemarin banyak sekali buku yang belum terbaca. So I picked this one from the stacks of books I haven’t read. Saya beli buku ini sekitar pertengahan tahun lalu, tapi karena saking sukanya dengan karya Kak Fakhrisina sebelumnya yang berjudul Happiness, saya menunda untuk membaca Persona karena pasti akan saya banding-bandingkan. Bukan berarti dengan membaca sekarang saya tidak membandingkan keduanya, sih XD

Dari segi cara bercerita, jelas Persona jauh lebih matang dibanding Happiness, dan mungkin karya-karya Kak Fakhrisina sebelum ini. Tapi, keduanya punya tema yang berbeda dan saya tidak akan membandingkan lebih jauh.

Adalah Azura, seorang siswi SMA yang penyendiri. Dia tidak punya teman dan cenderung self-destructive karena keluarganya tidak harmonis. Pada suatu pagi di sekolahnya, dia bertemu dengan anak baru blasteran Jepang yang bernama Altair. Altair adalah pribadi yang hangat, dan dia menawarkan persahabatan, sesuatu yang terasa asing bagi Azura hingga pada awalnya gadis itu berusaha menyingkirkan Altair dengan berkata kasar padanya. Namun, Azura merasa bersalah karena setelah itu Altair bersikap canggung terhadapnya.

Singkat kata, Azura minta maaf dan mereka mulai dekat. Pada Altair lah Azura bisa percaya untuk menceritakan masalah-masalahnya. Sejak mengenal Altair, hidup Azura terasa lebih ringan, dan dia tidak perlu lagi mengiris tangannya untuk bisa bebas dari perasaan yang mencekam setiap kali orang tuanya bertengkar.

Azura sudah cukup lama menyukai Kak Nara, kakak kelas yang selalu dia amati diam-diam dari perpustakaan setiap kali bermain bola pada jam istirahat pertama. Tetapi karena Altair, perasaan Azura terhadap Kak Nara perlahan-lahan memudar, bahkan ketika ada jembatan manis yang bisa mendekatkan mereka. Karena Azura menyayangi Altair.

Saat Altair tiba-tiba menghilang dan sama sekali tidak bisa Azura hubungi—apalagi temukan—hidup Azura kembali seperti sebelumnya. Suram dan tidak punya teman. Hari-hari sunyi harus kembali Azura lalui, sampai ketika lulus SMA dan mulai kuliah, dia bertemu dengan Yara, sahabat barunya. Hidupnya berangsur-angsur kembali normal. Azura bahkan kembali bertemu dengan Kak Nara dan mereka menjadi lebih dekat dari sebelumnya.

Semua berjalan lancar, sampai Azura mengetahui rahasia kelam tentang orang tuanya, dan Altair kembali muncul di hadapannya.

***
“....jangan berhenti melakukan sesuatu yang ingin kaulakukan hanya karena orang lain. Kau harus hidup untuk dirimu sendiri. Jadi, saat aku pergi, atau saat orang lain pergi, kau tidak akan merasa kehilangan dirimu sepenuhnya. Kau akan tetap bisa berbahagia.”
Sebuah novel yang emosional dan kental dengan angst. Tema yang diusung dalam Persona tergolong baru di dalam segmen Young Adult dan Teenlit dalam negeri, meskipun cukup familiar bagi saya yang beberapa saat lalu pernah menonton drama Korea dengan tema serupa. Sehingga saya tidak terlalu terkejut dengan plot twist-nya, karena toh di sepanjang cerita sudah banyak petunjuk-petunjuk yang tersebar dan membuat saya menebak-nebak arah cerita ini. Tapi tetap saja saya sangat menikmati Persona. Pace-nya tidak terlalu cepat namun juga tidak membosankan.

Tokoh utama dalam novel ini bisa membuat saya berempati. Walaupun suram, tapi “suara” Azura tidak menyebalkan dengan keluhan yang tidak ada habisnya. Kisahnya dengan Altair juga disampaikan dengan manis tanpa terlalu banyak drama. Sayangnya, peran Kak Nara yang--jika ditilik dari blurb--seharusnya cukup banyak dalam membantu Azura mengatasi kehilangannya kurang dibahas. Saya malah merasa Yara yang lebih berperan dalam hal itu dan justru baru menjelang akhir cerita saya mengenal sosok Kak Nara lebih jauh.

Mental illness dan peran orang tua dalam perkembangan anak merupakan sorotan utama Persona, menjadikannya salah satu novel yang wajib dibaca oleh remaja, karena seharusnya kita memang lebih aware akan isu ini—yang walaupun tidak dibahas dengan detail, tetap memberikan sedikit insight mengenai apa yang dialami Azura. Dan membuat kita sadar bahwa meskipun tidak di sekitar kita, tapi hal ini nyata.

By the way, Kak Fakhrisina memang jago membuat ending yang memorable! Jempolan pokoknya! Kalau waktu baca Happiness epilognya bikin saya kepikiran berhari-hari (serius), ending Persona ini agak-agak dreamy, tapi sangat berkesan. Bagian terbaik dari novel ini, menurut saya. 3.5 dari 5 bintang.

No comments:

Post a Comment