Tuesday 7 February 2017

[Book Review] Some Kind of Wonderful - Winna Efendi

Source : Goodreads
Judul Buku : Some Kind of Wonderful 
Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 23 Januari 2017
Harga : Rp79.000,00
Ukuran : 13.5x20 cm
Paperback, 360 halaman
ISBN : 978-602-03-3555-1
 

Liam Kendrick dan Rory Handitama memahami arti kehilangan. Liam pergi ke Sydney dengan dalih menggapai impian sebagai koki, walau alasan sebenarnya untuk menghindari cinta pertama yang bertepuk sebelah tangan. Di lain pihak, Rory sedang berusaha menata kehidupannya setelah suatu insiden membuatnya kehilangan orang-orang yang disayanginya, dan melepaskan impiannya sendiri sebagai pemusik.

Keduanya paham arti berduka, meski belum mengerti caranya. Kesedihan dan kesepian mendekatkan Liam dan Rory, sampai akhirnya ada rasa lain yang menyusup. Saat perasaan sudah tak terelakkan, Liam dan Rory terjebak keraguan, dan rasa lama masih terlalu kuat untuk dilupakan. Dapakah dua orang yang pernah mencintai orang lain dengan segenap hati menyisakan ruang bagi satu sama lain?

*** 

Winna Efendi is the author whose books will always have a special place in my heart.

Terkadang, tidak diperlukan sebuah dunia baru yang tercipta karena kehancuran dunia di masa sebelumnya, atau hal-hal magical di luar nalar untuk membuat kita takjub akan suatu tulisan. Beberapa penulis mengusung cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari: perdebatan kecil dengan keluarga, hangatnya persahabatan, perasaan ringan karena sepotong percakapan di saat yang tepat, pertemuan dengan orang baru, ataupun kehilangan. Dan Kak Winna adalah salah satu penulis yang sukses meramu hal-hal sederhana yang pernah dialami setiap orang menjadi sesuatu yang istimewa dengan ciri khasnya.

Some Kind of Wonderful adalah salah satu karya paling emosional Kak Winna yang pernah saya baca. Karena bukan hanya tentang Liam dan Rory, buku ini juga menceritakan tentang mereka yang hidupnya pernah bersinggungan dengan kedua tokoh ini. Those people that make them who they are. Tentang jejak-jejak yang mereka tinggalkan dan tidak pernah benar-benar terhapus. Tentang kehilangan—bukan hanya kehilangan orang-orang berarti, tetapi juga kehilangan diri sendiri, juga impian yang harus terkubur karenanya. Dan juga tentang melepaskan dan merelakan. It’s about the past and the path towards the future.


***

Liam, seorang koki yang sukses, terkenal, dan punya segalanya. Sampai ia sadar bahwa semua yang ia miliki bukanlah yang selama ini benar-benar ia cari. Berlari dari sesuatu yang sudah melekat sejak lama ternyata tak semudah yang ia kira.

Rory punya orang-orang yang berarti, yang ia cintai bahkan lebih dari hidupnya sendiri. Sayangnya, mereka kini hanyalah kenangan di sudut-sudut ingatan. Tidak seperti Liam yang ingin lepas dari masa lalunya, Rory justru menyediakan tempat khusus bagi orang-orang tersebut, ingin mempertahankan mereka, dan hal itu membuatnya sulit membuka diri.

“Orang-orang selalu bilang, waktu akan menyembuhkan segalanya. Mereka yang berkata begitu jelas-jelas belum pernah merasakan kehilangan. The aftermath is always the hardest part.” (Hal. 139)
It actually has a classic-boy-meets-girl formula, dengan kedua tokohnya yang punya heavy baggage, dan pada suatu titik, jalan mereka bersimpangan. Karena keberadaan satu sama lain yang saling mengisi, rasa baru pun tumbuh di antara mereka. Sesuatu yang hampir selalu kita temui dalam novel romance/contemporary. Tetapi, Kak Winna dengan piawai menjadikan kita dekat dengan karakter Liam maupun Rory karena adanya dua sudut pandang dalam buku ini. Masing-masing kegelisahan mereka tertuang dalam dua sudut pandang ini dengan sangat baik. Liam dengan keinginannya untuk melupakan cinta pertamanya, pertanyaan mengenai apakah hidup yang ia jalani memang benar-benar worth living, dan kerinduannya akan “rumah” dan “pulang” karena latar belakang dan masa kecilnya. Sedangkan dari sudut pandang Rory, sangat terasa duka yang dialaminya dan menyebabkan ia enggan melangkah maju, bahkan merelakan impiannya sebagai pemusik.
“Ah, bukankah hidup memang seperti itu? Kesalahan, penyesalan, pembenaran—sebuah siklus yang tak pernah berakhir. It’s all the ugly and the wonderful things colliding at once, dan kita semua terperangkap di dalamnya. Justru karena itulah kita terus hidup, untuk menunggu ke mana ia akan membawa kita selanjutnya.” (Hal. 298)
Tokoh-tokoh pendukungnya juga menarik, Jay, Ruben, Angelo, Daphne, Noah, pasangan Stan dan Julie, Bunda Ida dan Wendy merupakan tokoh-tokoh yang memorable. Mereka punya peran penting bagi perkembangan karakter Rory dan Liam. Saya bahkan bersimpati terhadap Willem dan Ibu kandung Liam. Mereka manusiawi, meskipun tidak semuanya lovable, tetapi masing-masing punya alasan kuat atas segala tindakan merekabagaimana setiap pilihan dalam hidup memiliki harga yang harus dibayar.

Riset yang tentunya tidak setengah-setengah ikut mendukung kisah ini terasa semakin nyata. Liam dan pekerjaannya sebagai koki adalah salah satu yang paling menonjol, passion-nya dalam dunia kuliner dan kehidupannya di bawah spotlight digambarkan dengan apik. Begitu juga dengan latar Sydney yang diambil, dengan suasana yang dominan dengan laut.

Dan yang paling membuat saya lega adalah bagaimana alurnya tidak lantas dibawa ke arah yang menjadikannya punya terlalu banyak drama. Realistis. Karakter utama di buku ini memang dua orang dewasa yang mengerti arti kehilangan, dan mereka berkembang dari awal hingga akhir cerita. Saya hanya sedikit terganggu dengan flashback percakapan yang selalu menggunakan font italic karena kadang tertukar dengan narasi berbahasa Inggrisnya, dan ada sedikit typo serta detail yang agak miss, seperti halaman 96 ketika Rory meniup lilin berangka lima, padahal di halaman sebelumnya disebutkan bahwa Ruben seharusnya akan berusia enam. Tapi secara keseluruhan, Some Kind of Wonderful adalah bacaan yang memuaskan. 4 dari 5 bintang, dan sangat recommended untuk Valentine's Day! :D

“I used to think that leaving might feel lonely, but not anymore. Because sometimes goodbye means a promise to return to the people you love.” (Hal. 346)
 And just like its title, this book is, indeed, wonderful.

No comments:

Post a Comment