Thursday 21 April 2016

[Book Review] Memorabilia - Sheva

Source : Twitter
Judul Buku : Memorabilia
Penulis : Sheva
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Maret 2016
Harga : Rp62,000
Tebal : 294 halaman
Cover : Softcover
ISBN : 978-602-291-124-1


Jingga membangun bisnis majalah online Memorabilia bersama Januar dan Karsha. Media ini memuat beragam kisah kenangan di dalam barang-barang yang hendak dijual atau diberikan kepada pembaca yang tertarik.

Namun, bisnis itu sedang di ujung tanduk. Jumlah pembaca menurun seiring dengan berkurangnya pemasukan iklan yang menjadi tulang punggung Memorabilia. Di saat sulit itu, datang Pak Pram membawa proyek besar. Ia ingin menjual gedung bioskop tua miliknya dengan segudang kisah kenangan. Semua bersemangat, kecuali Jingga. Ia selalu berusaha menolak tawaran Pak pram. Di matanya, bioskop itu menyimpan trauma yang sangat mengerikan, yang selalu ia simpan sendirian.

Sebenarnya Jingga dilema, antara ingin menyelamatkan Memorabilia, atau terus melayani ketakutan masa lalunya. Selama ini Jingga membantu banyak orang melepaskan kenangan pahit, tetapi tidak mampu menolong dirinya sendiri. Dalam kalutnya Jingga, Januar mencoba masuk lebih dalam ke kehidupan gadis itu. Ia berusaha meyakinkan Jingga agar berani melepas kepedihan selama ini, bersamanya.

***

Hal yang paling saya suka dari buku-buku Kak Sheva adalah gaya menulisnya. Narasi yang sedikit sendu tapi sama sekali tidak menye-menye—justru menghangatkan hati pembacanya, serta percakapan yang apa adanya. Beneran deh, kalimatnya bukan yang bertebaran quotes gitu, tapi di dalam kesederhanaannya kita bisa mengangguk setuju dan merasa terhubung dengan tokoh-tokohnya tanpa merasa digurui.

Saya tidak tahu perumpamaan apa yang tepat untuk menggambarkan tulisannya, yang jelas bukan “lembut seperti marshmallow”, karena saya sendiri sebetulnya belum pernah makan marshmallow :p Whatever it is to describe her writing style, there’s this lovely feeling everytime i read her books.

Dan saya senang kembali menemukan hal-hal yang saya suka mengenai tulisannya di Memorabilia

Buku ini menceritakan tentang Jingga, seorang founder webzine Memorabilia dengan tagline medium untuk melupakan, yang tidak bisa berdamai dengan kenangan buruknya sendiri. Memorabilia dirintis bersama dua sahabatnya, Karsha dan Januar, dimaksudkan bagi orang-orang yang ingin melupakan kenangan mereka dengan menjual benda-benda yang sekiranya terlalu berharga untuk berakhir di tempat sampah atau menjadi abu karena dibakar, dan mungkin bisa dianggap sebagai sesuatu yang lebih bernilai—pengingat atau pelajaran—bagi orang lain. Masalah muncul ketika majalah ini hampir kehilangan iklan yang menjadi sumber penghasilan utamanya. Saat itu sebetulnya ada jalan keluar, ada Pak Pram yang ingin menjual bioskop miliknya. Tetapi hal itu mengharuskan Jingga mengorek masa lalu dan mimpi buruknya sejak kecil.

Jingga adalah seseorang yang tegas, ceria, tapi juga di sisi lain sangat tertutup akan hal-hal yang menghantuinya selama bertahun-tahun. Bukan karakter yang sempurna, tapi bisa membuat kita memahaminya. Dua karakter utama lain, Karsha dan Januar juga menarik. Karsha seorang sahabat yang jujur, dan tidak pernah pasrah atau mengiyakan saja apa pun yang dikatakan Jingga. Tanpa dia, Jingga pasti tetap keras dengan pendiriannya. Dan Januar.. tidak ada penggambaran istimewa tentangnya secara fisik. Dia biasa-biasa saja, bahkan anggapan Jingga pun begitu. Tapi Januar adalah favorit saya, karena dia selalu ada, sekaligus memberi Jingga ruang yang dibutuhkan.

Beberapa bab awal setelah awal pertemuan dengan Pak Pram terasa sedikit lambat, tapi menurut saya alur tersebut bertujuan untuk build-up cerita serta karakternya, alhasil bab-bab akhir terasa sangat emosional karena twist yang disajikan.

Oh iya, tidak seperti dua buku Kak Sheva lainnya, Memorabilia ditulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Dan yang paling menarik, buku ini ditulis dalam universe yang sama dengan buku pertama Kak Sheva, Blue Romance.

Ketika hampir sampai separuh cerita dan saya belum menemukan benang merah cerita ini dengan Blue Romance—selain bahwa kedai kopi tersebut merupakan penyedia snack dan kopi bagi gathering Memorabilia, saya sedikit kecewa. Tapi di sepertiga akhir saya baru sadar, walaupun di buku ini bukanlah pemeran utama, Blue Romance tetaplah menjadi saksi kisah-kisah pengunjungnya. Apalagi di bab terakhir, ada satu memorabilia yang membuat saya langsung membaca ulang salah satu cerita di Blue Romance untuk memastikan, dan bingo! Ternyata benar! Hehe. Seandainya di kota saya ada tempat-tempat seperti Blue Romance, Bibliomania, bahkan Bahagia Theater, saya pasti akan sering kesana.

Semua kisah yang mengiringi masing-masing memorabilia pemiliknya sangat unik. Selain cerita tentang Bahagia Theater, saya paling suka cerita tentang Sofia. There’s always something sentimental about school and the memories it carries, deciding something for your future, and long-lost dreams.

Berhubung belum ada database-nya di Goodreads sampai saya selesai menulis ini, saya kasih Memorabilia bintang-bintang di angkasa aja deh. Gila nggak lucu banget.

This is a bittersweet story about painful memories, loss, making peace with your ghost, and letting go. There’s no sugarcoating here, but for me, it deserves 5 stars. Saya memang sesuka itu dengan buku ini :D Tidak ada sesuatu yang sangat dramatis, tapi lebih pada bagaimana proses Jingga pelan-pelan meninggalkan kenangan masa kecilnya yang mengerikan, dan pilihan masing-masing orang untuk menghadapi kenangan pahit mereka, Ada banyak sekali post-its yang saya sematkan di halaman-halamannya, sampai bingung yang mana yang akan saya tulis di sini. Tapi kalimat yang diucapkan Januar inilah yang paling saya suka :

“Kesedihan nggak bisa dipindahtangankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Perasaan kayak duka itu justru harus selalu ada, supaya... supaya manusia jadi makin... manusia? Makanya, kenapa shared sorrow is a half sorrow, karena yang sebagiannya lagi memang nggak akan pernah hilang.”

Memorabilia adalah salah satu buku yang membuat saya tidak akan rewel ke penulisnya untuk cepat-cepat merilis karya baru, karena seperti 3 tahun jarak antara Blue Romance dan Memorabilia, saya rela menunggu 3 tahun lagi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang sama berkesannya.

2 comments:

  1. Iya setuju! Karyanya Sheva tuh emang sendu tapi jauh dari kata menye. Dan satu lagi, gaya bahasanya punya taste tersendiri. Makanya aku jatuh cinta sama 'anak-anak' Sheva mulai dari Blue Romance sampe Recalling The Memory.

    Arintya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Arintya! Salam kenal ya :D
      Aku juga ngikutin Recalling the Memory nih hehe. Iya, dan aku selalu cocok sama referensi film dan musik di buku-bukunya, jadi makin suka baca tulisan Kak Sheva.

      Delete